Jumat, 19 Februari 2016

Ngotot Mau Ngebor Sumur Baru, Motif Sebenarnya Apa?


                Beberapa hari yang lalu saya melihat berita PT Lapindo Brantas berencana ngebor sumur gas baru di Tanggulangin, Sidoarjo. Tepatnya radius 2,5 km dari pusat semburan lumpur panas pertama. Aneh, membuat saya bergidik berkali-kali. Jelas akibat pengeboran sumur pertama membuat tanah Porong memuntahkan lumpur panasnya dari tahun 2006 tanpa henti sampai detik ini. Menjadikan Porong sebagai kota mati. Siapa yang menanggung dampaknya? Pemimpin Lapindokah? Merasa bersalah dan dosa besar telah mengakibatkan bencana sebesar itu selama bertahun-tahun sehingga harus bertanggung jawab penuh? Puluhan desa terendam, beberapa perusahan yang mempekerjakan ribuan buruh mati, puluhan ribu warga menjadi korban. Tidak sedikit dari mereka yang nyatanya belum mendapatkan hak ganti rugi.
           Kondisi yang sedemikian parah masih saja Lapindo Brantas berhasrat ngebor sumur kedua. Meskipun pemerintah pada akhirnya Januari 2016 memutuskan untuk memberhentikan ‘sementara’ aktivitas tersebut. Namun, Direktur Jenderal Migas ESDM berencana membuka pengeboran kembali awal Maret tahun ini. Seolah menjadi hal yang mudah dilakukan karena Lapindo telah mengantongi sejumlah perizinan. Terutama dari Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Lah?
              Bukannya saya berprasangka jelek. Saya hanya seorang mahasiswa, bukan seorang pakar apapun. Tapi rasionalitas saya tidak bisa menerima alasan mereka mengksploitasi gas alam ini untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat. Tidak mudah mengobati trauma yang menghantui masyarakat selama bertahun-tahun. Rasionalitas saya juga mempertanyakan beginikah wajah demokrasi? Dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat? Ataukah lebih tepat dari korporasi, untuk korporasi, oleh korporasi? Seberapa besar keuntungan individu yang diperoleh dengan nekat membuka sumur kedua dan memberi izin pengeboran tanpa mempertimbangkan kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat. Siapakah pengendali atas negeri ini? Bukankah para pemimpin adalah wakil rakyat yang dipillih rakyat untuk mengaspirasikan suara mereka. Atau malah dalam demokrasi ada bos di atas bos. Semuanya terselubung.
               
Azimatur Rosyida
Mahasiswi, Surabaya
14 Februari 2016/10:34
Mencoba dikirim ke suara pembaca Republika belum berhasil. Please try again.

2 komentar:

  1. Sudah dimuat, ini linknya
    Motif Pengeboran Sumur Baru Dipertanyakan (REPUBLIKA ONLINE) http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/02/17/o2om8644-motif-pengeboran-sumur-baru-dipertanyakan

    BalasHapus
  2. Mau sampay kapan masalah atau bencana itu selalu terjadi ., tak berfikir orang yg memiliki ide itu slalu semenah menah .,

    BalasHapus