Rabu, 25 Desember 2013

Suratku #1

Ini dia suratku yang pertama, bukan untuk teman yang tak kusebutkan namanya. Tapi...stststst...jangan keras-keras. Ini buat kakak panitia.

Kejadiannya sama dengan posting blogku sebelumnya. Nah, kalo ini bedanya aku yang harus menguatkan diriku agar tetap istiqomah di jalan dakwah. Sebelum aku punya inisiatif menulis surat, aku sudah mencoba untuk melobi ke kakak panitianya langsung berkenaan dengan ketidakikutsertaanku dalam kegiatan ini. Tapi belum ada keputusan yang diberikan oleh mereka. Aku yakin mereka pasti berunding terlebih dahulu dengan panitia-panitia yang lain mengenai hal ini. Dari pada alasanku hanya didengarkan oleh satu kakak panitia, yang nanti juga bakal disebarin ke panitia yang lain. Iya kalau yang disebarkan kakak itu kepada panitia lain mirip titik komanya dengan alasan yang aku ungkapkan kepadanya, kalau tidak bisa jadi fitnah. Jadi, lebih baik aku menulis surat agar aku bisa lebih leluasa memberikan hujjah yang jelas dan bisa leluasa ngomong dari hati ke hati J

Here is...

Assalamualaikum wr.wb.

Untuk kakak-kakak panitia...

Entah ini dinamakan surat apa, surat pernyataan, surat curhatan, atau  apalah... Emm, intinya surat ini berisi alasan kenapa saya tidak bisa mengikuti Jelajah Alam (nama acaranya aku ganti, sebenarnya bukan jelajah alam tapi acaranya sejenis dengan itu). Sebenarnya alasan yang akan saya ungkapkan tidak berdasarkan dari pendapat saya pribadi atau pendapat orang tua yang memaksa untuk tidak ikut Jelajah Alam. Saya seorang Muslimah yang selama hidup saya selalu mengkaji Islam dari segala aspek, termasuk salah satunya pergaulan dalam Islam.

Alasan yang kakak dengar dari saya memang hanya sebatas karena acara Jelajah Alam terdapat unsur campur baur (ikhtilath). Ternyata alasan saya ini terlihat kalah dan kakak juga bisa menjelaskan balik kalau di Jelajah Alam nggak ada campur baur kok, lagi pula ini juga bertujuan untuk ajang pembelajaran sambil refreshing bersama angkatan dan civitas akademika. Dan kendaraannya dipisah kok cewek dan cowoknya.
Untuk pembelajaran, saya yakin semua akan mengatakan itu hal positif. Apalagi dengan bertadabbur alam sekalian bisa menikmati dan mensyukuri ciptaanNya. Itu memang baik, sangat baik. Tapi kakak... ternyata ada kondisi tertentu, di mana tetap ada unsur ikhtilath dan Allah tidak meridhoi itu. Kalau saya kutip dalam buku Peraturan Hidup dalam Islam karangan Syekh Taqiyuddin An Nabhani,

“dalam kehidupan umum, pada dasarnya status keduanya (pria dan perempuan) adalah terpisah. Keduanya tidak boleh melakukan pertemuan dan interaksi selain yang telah dibolehkan, diharuskan, atau disunnahkan semisal ibadah haji, jual beli, pendidikan (sekolah/kuliah), kedokteran, pertanian, industri.. sementara itu berkaitan dengan aktivitas yang sama sekali tidak mengharuskan adanya interaksi diantara keduanya –seperti berjalan bersama-sama di tempat umum, pergi bersama-sama ke suatu tempat, atau bertamasya, makan minum bersama, dan sejenis hiburan lainnya– itu termasuk ikhtilath dan tidak diperbolehkan dalam Islam.”

Mungkin kalau alasan saya sebatas alasan pribadi yang pastinya punya peluang kelemahan, bisa jadi itu akan terkalahkan dengan pendapat yang lebih kuat. Tapi di sini saya berbicara dalil karena kita Muslim (bagi yang merasa Muslim). Karena dalam buku itu juga dijelaskan “tidak ditemukan satu dalil pun yang membolehkan adanya pertemuan dan interaksi diantara pria dan wanita dalam perkara di atas.”

Yaaahh...beginilah kakak...serinci ini Islam mengatur pergaulan karena kelak...ada hari pertanggungjawaban yang harus kita hadapi. Justru hal ini semakin menunjukkan kesempurnaan Islam.

Mohon maaf bila ada yang tidak berkenan. Tak lain karena saya hanya berusaha untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah meskipun terkadang sendiri dan tidak mudah JJJ

Terimakasih kakak-kakak telah membaca dan menampung tulisan sayaJ Semoga kita semua mendapatkan rahmat dan ridho dariNya. Amin J
Wassalamu’alaikum wr.wb.

20-09-13/21:28/Jumat
Salam Hormat,

Azimatur Rosyida

Suratku #2 untuk Teman yang Tak Kusebutkan Namanya

Tu judul...??? Suratku yang pertama aja belum aku publish, udah aja posting yang kedua. heheh...

Long time no see...

Kangennn, udah lama nggak berkecimpung lagi di blog. Sebenarnya uda sering juga aku mengingatkan diriku sendiri biar segera update blog. Bahkan tulisan COME ON ZIII...UPDATE BLOG udah menjadi pemandanganku tiap hari di layar laptopku sebagai reminder. But it just word. Atau mungkin karena tulisanku sudah aku eksplor pada pembuatan jurnal 2x tiap minggu yang tiap jurnalnya terkadang membutuhkan sampai puluhan lembar. Iya, barangkali itu yang menjadi faktor aku tidak punya sense lagi untuk menulis di blog. Tapi seharusnya itu bukan menjadi alasan untuk tidak menulis lagi di blog, bukan?
Emmm... sebenarnya kalo dipikir-pikir lagi sih, alasannya bukan hanya itu saja. Jujur, selama aku memasuki dunia perkuliahan tidak mudah bagiku beradaptasi dari lingkungan yang selalu memberikanku support ke lingkungan di mana aku harus membuat keputusan sendiri. Karena saat itulah, hanya kepadaNya lah aku menyerahkan segala urusanku dan hanya kepadaNya lah aku berpijak. Absolutely, saat itu terjadi banyak rintangan yang harus aku hadapi di kampus.

Bahkan seseorang yang harus aku kuatkan di jalan dakwah ini bukan hanya diriku saja tapi ada beberapa temanku seperjuangan yang juga membutuhkan dukungan. Suatu hari di kampus akan diadakan acara ke luar kota. Kalau dilihat-lihat acara itu bermanfaat dan bisa memberikan banyak pengetahuan baru. Intinya, setelah ditelusuri ada unsur ikhtilat di situ. Temanku yang tidak kusebutkan namanya **** ini sempat goyah dengan prinsip yang selam ini ia pegang dan dia bercerita kepadaku. Kebetulan waktu kami untuk berdiskusi sangat singkat. Aku jadi merasa tidak tenang karena apa yang ingin kusampaikan padanya belum tuntas. Inisiatif lain aku tempuh. Aku menulis sebuah surat untuknya. 

Here is...

Assalamualaikum...

**** yang dirahmati Allah. Sebenarnya semua keputusan ada di tangan ****. Tidak ada keterpaksaan mengikuti pendapat ini, pendapat itu, pendapat sana, pendapat sini. Kalau aku boleh tanya, **** yakin kan apa yang **** bawa itu benar dan dari Allah?

Ada dua hal yang sejatinya tidak bisa dipungkiri:
11.  Kebenaran dari Allah tidak ada yang bisa merubah sekalipun adu pendapat.
  2. Dan setiap kesalahan yang tidak bersumber dari hukum Allah, tetaplah sebuah kesalahan. Meskipun kesalahan tersebut diracik seenak mungkin agar bisa diterima oleh semua lidah. Sejatinya itu tetap sebuah kesalahan yang pahit, karena ada satu komponen yang belum dicampurkan dalam racikan tersebut yaitu gula, tak lain hukum Allah sendiri.

Memang, aku juga merasakan tidak mudah memegang kemurnian hukum Allah. Ketika Allah sudah bilang “A”, ya sudah itu yang harus kita laksanakan. Tidak ada penambahan atau pengurangan. Karena sejatinya penentu hukum ada di tangan Allah, bukan manusia.

Mungkin ada orang yang bilang, “iya, kita juga para pencari pahala, dan kita nggak ngehalangi orang yang mau pegang prinsip, tapiiii sudahlah, hidup itu dibawa santai aja...nggak usah kaku dan serius kayak gitu”. Eitssss...maaf... siapa bilang hidup itu santai??? Siapa bilang hidup itu tidak butuh keseriusan??? Masalah dosa atau tidak, kelak akan berpengaruh pada masuknya kita ke surga atau neraka yang bahan bakarnya dari manusia yang tidak mau mentaati hukum Allah itu sendiri. Halooo... ada hari pertanggungjawaban bro kelak di Hari Akhir.  Itu masih dibilang hidup itu harus santai? Itu yang namanya hidup tidak butuh keseriusan? Aku pikir statement itu omong kosong.

Yaaahhh... itulah kondisi orang sekarang yang masih belum paham semua hukum Allah. Hukum Allah hanya diambil di satu sisi, tapi di sisi lain hukum Allah tidak dipakai hanya karena menyesuaikan dengan kondisi yang ada, hanya karena biar orang-orang nggak memusuhi dan menjauhi kita. Yaa justru orang yang menjauhi dan memusuhi kita karena mereka tidak paham hukum Allah secara totalitas itu seperti apa. Mangkanya, kita yang sudah tahu dan paham tentang hukum Allah tetap harus dijalankan dengan istiqomahJ

Masalah hukum Allah memang bukan mengenai adu argumen masing-masing otak orang. TAPI INI DALIL DARI ALLAH. Ini loh Allah uda kasih standart mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak:
       Manusia dimintai pertanggungjawaban setelah diutusnya rasul  (QS. Al Isra’ : 15)
       Manusia tidak dapat lagi membantah setelah diutusnya rasul  (QS. An Nisaa’ : 165)
       Setiap muslim wajib menyesuaikan seluruh amal perbuatannya dengan hukum Allah SWT yang dibawa Rasulullah saw.(QS. Al Hasyr : 7)

Tapi sayang, tidak semua orang Islam paham semua dalil-dalil Allah. Mereka seenaknya sendiri menetapkan baik dan buruknya menurut versi mereka.

So... bagaimana... Apakah **** sudah cukup terpuaskan oleh jawaban seperti ini??? Selanjutnya keputusan ada di tangan **** J

Semoga menginspirasiJ  SEMUA KERJA KERAS INI TIDAK AKAN KULAKUKAN KALAU SAJA ALLAH TIDAK MENIMPAKAN BALASAN YANG PEDIH DI HARI AKHIR.


Wassalam...