Kamis, 15 Agustus 2013

Suratku untuk Bude

Di suatu pagi tepatnya H+2 lebaran aku main ke rumah bude di Ponorogo. Rumahnya tidak begitu jauh dari rumah kakek nenek. Bisa ditempuh pake sepeda. Bisa dibayangkanlah, bagaimana suasana pedesaan yang di kelilingi oleh sawah dan gunung pasti sejuk dan segar. Rumahnya masih dalam proses pembangunan. Lantai dan tembok masih beralaskan semen yang sebagian belum rata. Kata bude, setidaknya kamar bisa digunakan untuk tidur maka sudah sah untuk ditinggali. Yah, meskipun kaca cendela belum ada, bangunan lantai dua malah belum ada pintu dan cendela. Padahal laptop, iPhone, dan barang-barang berharga lainnya ada di kamar. Dan dengan entengnya bude meninggalkan rumah untuk berkunjung ke rumah tetangga dan membiarkan rumah tanpa penghuni (jgn salahkan maling bertamu, heheh).

Sebenarnya tujuanku datang ke rumah bude hanya buat habisin novel yang tebelnya 390an halaman. Habisnya di rumah kakek nenek banyak saudara yang kumpul termasuk abah, ibuku, dan adik-adikku. Tanpa ada yang mengganggu, aku duduk di teras dengan buku di tangan. Tiba-tiba bude mendekatiku lalu bercerita panjang lebar. Curhat mendadak. Di sini aku nggak bisa menceritakan apa yang bude ceritakan kepadaku. Terlalu terbuka. Pokoknya sesuatu tentang keluarganya, a problem.

Dan yang aku herankan kenapa bude bercerita itu kepadaku. Akukan masih ‘kecil’ (eitsss...). Maksudnya apa yang diceritakan bude itu masih belum menjadi duniaku saat ini. Ya begitulah... Mungkin itu sudah waktunya meledak dan tidak bisa dibendung lagi. Jadinya aku binggung mau ngasih solusi yang sesuai Islam. Tapi akhirnya itu menjadi motivasi bagiku untuk semakin mendalami segala macam sisi dari apa yang sudah diajarkan dalam Islam. Meskipun saat ini masalah itu tak mungkin terjadi padaku, kecuali beberapa tahun ke depan dan pastinya setelah aku menikah. But it’s out of my wish, naudzubillah.

Aku jadi sedih tidak bisa memberikan solusi yang pas buat bude. Serasa useless person. Meskipun sempat berkata sekata dua kata tapi aku tidak puas dengan jawaban yang kuberikan. Setidaknya aku sudah mencoba.

Setelah pembicaraan selesai aku berpikir, enaknya apa yah yang bisa aku berikan kepada bude...

SURATKU UNTUK BUDE...

Budeku tercinta yang insyaAllah dirahmati Allah. Ini ada sedikit penyejuk dariku lewat tulisan ini. Semoga bisa memberikan senyuman di wajah Bude dan bisa meningkatkan keimanan Bude kepada Allah. Sebenarnya tulisan yang aku buat ini juga menjadi intropeksi bagi diriku pribadi. Tapi subjek yang aku buat di sini sebagai ‘Sang Penulis’. Sekaligus doaku kelak untuk menjadi penulis best seller. Heheh... amin...

Ada satu keyakinan yang juga menjadi pelajaran buat sang penulis untuk diyakini, bahwa setiap masalah pasti PUNYA jalan keluar kecuali KEMATIAN. Siapa bilang masalah semanis saat kita mendapat sebuah mobil atau rumah mewah? Semua orang tahu bahwa masalah adalah PAHIT. Tapi tidak semua orang tahu bahwa kemarahan bukan satu-satunya obat. Sakit...jengkel...memang iya. Kebanyakan mereka lupa akan arti KETULUSAN dan KEIMANAN.

Saat mereka berkata terhadap masalah,

"Wahai masalah sekarang aku sudah tulus dan sabar menghadapimu, kemarin aku juga sudah tulus dan sabar mengobati lukamu. Tapi detik ini kesabaranku mulai habis. Aku tak tahan lagi. Aku sudah berusaha sabar dan mempunyai niat baik, percuma tetap saja masalah itu ada malah makin besar."

Dan sampai hari-hari berikutnya ia sudah bosan dengan ketulusan dan kesabaran. Ia sudah muak dengan masalah yang bertubi-tubi menimpanya. Lebih mengikuti hati yang selalu membenarkan dirinya tanpa melihat akar penyebab permasalahan terjadi.

Yang menjadi pertanyaan, apakah seperti itu arti ketulusan dan keimanan? Ketulusan tidak mengenal sekali, dua kali. Dia butuh kesetiaan sepanjang masa. Dan kesetiaan tidak akan bisa dijalani tanpa keimanan dalam.

Memang tidak ada yang menjamin permasalahan itu selesai begitu saja saat ketulusan dan keimanan sudah dimiliki, kecuali Allah. Saat kemarahan muncul itu wajar. Tapi ingatlah bahwa Allah tidak akan ridho dengan segala sesuatu yang diselesaikan dengan amarah.

Ketika ketulusan dan keimanan sudah menyatu, mulut dan sikap kita akan dituntun olehNya untuk menuju kebaikan. Allah sudah menentukan jalan hidup manusia. Dan pastinya Allah sudah menyiapkan dan menawarkan solusi terbaik atas kebelitan hidup yang takkan pernah disangka oleh manusia. Namun, secara tak sadar kebanyakan manusia terkadang justru menghindar dari solusi itu karena sudah terlanjur terbalut oleh kebencian dan amarah.

Mungkin sang penulis tidak memiliki masalah yang Anda hadapi dan pastinya tidak bisa membayangkan bagaimana sang penulis juga bisa menghadapi saat ia mendapatkan masalah seperti Anda. Tapi sang penulis yakin tidak ada masalah yang hebat kecuali KemahaperkasaanNya karena sejatinya raga dan hidup ini ada yang menciptakan dan ada mengatur. Dan juga sang penulis ingin menuntun cara berfikir Anda untuk menaklukkan masalah dengan keimanan kepada Allah. Terus meneruslah dekat denganNya karena dengan kedekatan denganNya tiap keluh kesah yang keluar dari mulut akan terjawab.

Bagaimana Allah akan mendengar sebuah doa jika hambaNya saja masi enggan untuk melaksanakan syariatNya?

Jangan pernah berkata masalahku sangat besar dan tidak ada solusi. Tapi baliklah perkataan Anda, wahai masalah Allah Maha Besar dan Berkehendak atas segala sesuatu.

Mungkin itu yang bisa aku kasih ke Bude. Maaf, barangkali ada salah kata. Tak lain niatku hanya ingin membantu memberikan senyuman tulus kepada Bude untuk menghadapi kehidupan yang serba liku. Dan tak lain aku sayang Bude karena Allah. Karena dengan hubungan antara 2 orang atau lebih berlandaskan cinta karena Allah, Ia akan memberikan keridhoan sepanjang hubungan tersebut J


Salam semangat untuk Bude JJJ

Jumat, 02 Agustus 2013

List Impianku Setahun Lalu


Beberapa hari lalu iseng bukain binder bekas SMA dulu. Kubuka perlembarnya dan kutemukan INI... Ternyata masih ada. Aku lupa kalau aku pernah melakukan ini. Sesuatu yang terjadi setahun lalu. Mengingatkan apa yang pernah kutulis saat aku di kelas 12 six sense menunggu kedatangan guru masuk kelas. Tepatnya hari kamis 26 Juli 2012 (hari ke-7 bulan Ramadhan) pukul 11:25. Aku duduk di lantai memegang binder dan pensil menuliskan sebuah impian yang hendak kucapai kelak saat aku lulus.

Ya Allah, saksikanlah...
Kelak di umurku ke-18
Aku akan masuk jurusan
PSIKOLOGI... FISIOTERAPI...
Or... FARMASI UNAIR
Tolong saksikan MIMPI BESARKU
Ya Allah...
Tertanda
Tekadku

AZIMATUR ROSYIDA

Beberapa menit kemudian, kegalauan muncul. Jadi psikolog iya nggak yah? Bisa nggak yah? Akhirnya aku putuskan,
Ya Allah, saksikanlah...
Kelak di umurku ke-18
Aku akan masuk jurusan
PSIKOLOGI... FISIOTERAPI...
Or... FARMASI UNAIR
Tolong saksikan MIMPI BESARKU
Ya Allah...
Tertanda
Tekadku

AZIMATUR ROSYIDA

Psikologi aku contreng dari list impianku. I doubt it. Lalu setahun kemudian sebelum pengumuman penerimaan mahasiswa baru di PTN yang aku impikan, aku memutuskan untuk menghapus fisioterapi dari list impian karena ternyata saat aku memilih jurusan yang ingin aku tujuh aku tidak memasukkan fisioterapi dalam pilihan jurusan. So, tidak mungkin aku akan menjadi ahli fisioterapi.

Ya Allah, saksikanlah...
Kelak di umurku ke-18
Aku akan masuk jurusan
PSIKOLOGI... FISIOTERAPI...
Or... FARMASI UNAIR
Tolong saksikan MIMPI BESARKU
Ya Allah...
Tertanda
Tekadku

AZIMATUR ROSYIDA

Jadinya ada dua contrengan di kertasku. Hanya tinggal satu yang ingin dan harus aku capai. FARMASI. Entah kenapa semenjak 3 tahun di SMA aku sudah membayangkan akan memasuki jurusan itu. Ya begitulah, terkadang untuk menyukainya tidak butuh alasan. Awalnya aku mengidamkan jurusan kedokteran. Lambat laun sepertinya Allah semakin memantapkan pilihan yang sesuai denganku. Sudah kucuba menyesuaikan suara hati dengan pilihan kedokteran. Tapi apa mau dikata keduanya tidak bisa menyatu dan semakin jauh. Bahkan untuk menjawab ‘aku ingin masuk kedokteran’ saat seseorang bertanya kepadaku jurusan apa yang hendak aku pilih saat lulus, berat dan keraguan muncul. (seingatku) Akhirnya aku tidak pernah memasukkan pilihan kedoteran dalam list impian.  


Saat aku melihat lembaran ini senyuman mengembang di wajahku. Seakan tak percaya satu mimpiku ini telah teraih, dream comes true. Alhamdulillah. Mimpi yang kubangun 3 tahun yang lalu. Unbeliveble. Dan insyaAllah aku siap menyambut tanggal 19 Agustus 2013 untuk pengukuhan sebagai maba Farmasi Unair. ;-)