Saat ini aku sedang menghadap sebuah layar. Memainkan jemari
memilih satu per satu huruf untuk menyusun kata-kata sebagai bentuk pengabadian
akan sebuah kisah.
Sebuah kisah yang disetiap harinya adaah kejutan, setiap
jamnya adalah perjuangan, setiap detiknya adalah persaingan, dan disetiap
pengalamannya adalah renungan dalam kesunyian. Itulah yang pertamakali muncul
di benakku setelah mengambil kesimpulan dari semua ini.
Berawal dari sebuah malam. Dalam kesendirianku hanya ada aku
dan Dia. Aku merangkum segala kejadian yang telah terjadi. Tanpa sepatah
katapun terucap dari mulut, aku yakin Dia tahu segalanya. Diam terpanah dalam
kegelapan dengan granule-granule cahaya yang tak jelas karena mata ini sengaja
kututup. Seakan mata inipun tak kuasa melihat apa yang diri ini perbuat. Itulah
titik di mana aku merasa menjadi manusia yang paling hina dengan segala
kesombongan yang aku lakukan. Tapi nyatanya di saat kesombongan itu terjadi,
diri ini lupa kelak akan datang hari pertanggungjawaban. Sungguh, aku juga tak
memahami apa mauku.
Saat malam itu berakhir dan setelah aku membuat tekad baru
untuk diri yang lebih baik, cerahnya pagi ternyata enggan menyapa dan sengaja
lupa memberitahu akan tekad yang harus kulakukan hari ini karena nyatanya
diriku sendiri tidak berani memilih keberanian, takut akan ketakutanku sendiri.
Aku terlalu lemah. Betapa lemahnya diriku saat aku mengetahui kebenaran. Namun,
lidah ini terlalu kelu untuk mengutarakannya. Sejatinya mulut ini merupakan
terjemahan suara hati, tapi sayang justru mulut mengunci diri dari hati yang
sedang bergejolak dan terus memberontak. Lantas, bagaimana bisa aku akan
memahami diriku sendiri sedang aku selalu menolak suara hati yang mendengungkan
kebaikan.
Malam lainpun datang dan membangunkanku. Sepertinya malam
selalu menyiratkan sebuah pesan yang sama kepada hati yang sedang netral. Dalam
kekhusukan, air mata menjadi penjernih pikiran. Seakan segala penyesalan
terlampiaskan bersama alirannya. Dan saat itu aku benar-benar memohon
kepada-Nya. Ya Allah, tolong tuntun aku ke dalam jalan-Mu.
Beberapa hari kemudian keajaiban datang. Keajaiban yang akan
membawaku ke tempat lain di mana aku takkan hidup lama bersama orang tuaku. Aku
yakin, sepertinya ini adalah sebuah jawaban yang sebenarnya kunantikan. Jalan
ini sama sekali tak pernah terlintas dalam benak karena ini adalah sebuah
pilihan yang berat. Tapi, semakin beratnya pilihan yang aku ambil semakin
memberikan keyakinan yang kuat meskipun banyak resiko yang harus kuterima.
Hanya berbekal keyakinan dan atas nama-Nyalah aku menerima pilihan ini demi
masa depanku yang lebih baik.
Dan akhirnya, DI SINILAH aku mulai mengerti bagaimana
sejatinya hidup ini harus dijalankan. Seakan aku baru mencicipi dan merasakan
makna persahabatan, pengorbanan, perjuangan, tangisan, tawaan, kebersamaan,
kepedulian, dan impian. Dan baru kali ini aku merasakan sebuah ikatan yang
sangat kuat. Ikatan yang mengarjarkanku akan makna pertemanan dan persaudaraan. Bukan sembarang ikatan, karena tidak semua orang memahami dan
mempunyai ikatan ini. Karena di balik ikatan ini ada Zat Maha Besar. Ikatan
yang berlandaskan pada Allah SWT.
Berawal dari angkatan Sagacious yang membuat cabangnya
menjadi kelas Six Sense dan Six Pack. Bersamanyalah aku melewati semua ini
berserta impian-impianku. Bersamanyalah aku semakin yakin bahwa Allah senantiasa bersama orang-orang yang berusaha di jalan-Nya. Dan pastinya semua ini tak terlepas dari jasa para
guru yang berhasil membina angkatan Sagacious menjadi generasi Islam yang
bertarget masa depan.
06-05-13/14:48/Senin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar