Mungkin nggak, mungkin nggak...heheh. Begini ceritanya...
UAS udah selesai dan saatnya menanti IPK keluar. Beberapa hari yang lalu, saat aku membuka web page cybercampus IPK-ku sudah muncul. Dan, WHATT??? Nilai falsafah kefarmasianku dapet D. Nggak mungkin...nggak mungkin...
UAS udah selesai dan saatnya menanti IPK keluar. Beberapa hari yang lalu, saat aku membuka web page cybercampus IPK-ku sudah muncul. Dan, WHATT??? Nilai falsafah kefarmasianku dapet D. Nggak mungkin...nggak mungkin...
Sebelum nilai falsafah ini keluar, IPK-ku...yaaa...lumayan
lah. Tapi setelah huruf D itu muncul, IPK anjlok sudah. Masa nilai falsafah
separah ini? Se-nggak bisanya aku di matkul yang lain masih dapet C. Padahal
aku tidak merasa kesulitan saat menjawab soal UTS dan UAS falsafah. Tapi kenapa
nilai akhirnya D? Galau deh. Eh nggak galau ding. Mikir maksudnya, hehe. Dapat
nilai segitu di kampus aja udah takut, padahal masih ada kesempatan perbaikan
tahun depan. Lantas bagaimana saat aku harus mendapatkan IPK (Indeks
Pertanggungjawaban Kelak) dihadapan Allah. Akankah aku mendapatkannya dengan
tangan kanan atau dengan tangan kiri sambil membelakangi Sang Hakim yang
Mahaadil? Yang ini nggak ada kesempatan kedua kalinya untuk memperbaiki diri.
Naudzubillah... #MuhasabahYuk!
Aku sangat tidak puas melihat nilai D tertera di kolom Histori
Nilai. Atau jangan-jangan dosennya yang salah yah? Mungkin. Nggak ada salahnya kalau
aku cek nilai ke dosen. Berhubung
waktu sudah malam, saat itu juga aku menghubungi beliau via HP. Agak takut sebenarnya kalau hubungi
dosen di luar jam kerja. Biasanya kalau udah malam, banyak dosen yang nggak
suka di’ganggu’ mahasiswa
karena it’s happy family. Tapi harus kulakukan demi nilaiku. Pertama dengar
suaranya “HALO!!!” dari HP aja uda deg-degan. Lalu aku menceritakan bagaimana
shock-nya aku melihat nilai seburuk itu dan bertanya apakah aku diperbolehkan melihat rincian nilai.
Kebetulan beliaulah yang bertugas meng-input nilai. Beberapa
hari kemudian aku di suruh menuju ruangannya untuk melihat rincian nilaiku. Beliau sudah ada di depan laptopnya
dan menanyaiku nama panjang, kelas, NIM. Huh, berharap ada perubahan ekspresi
wajahnya melihat ada kolom yang kosong, barangkali. Subhanallah,
keajaiban terjadi (agak hiper). Betul, salah satu kolom nilai falsafahku ada
yang kosong. Setiap kali matkul falsafah kefarmasian aku selalu hadir kok. Kenapa
bisa kosong? Setelah ditelusuri, kesalahan ada pada dosen yang mengkoreksi lembar jawaban mahasiswa. Ternyata lembar jawaban UAS-ku terselip diantara lembar jawaban mahasiswa
yang lain. Jadinya terlewat.
“Pak, kira-kira kapan saya bisa melihat nilai falsafah saya di cyber?”
Dan kali ini
fabulous (makin hiper).
“Kamu dapat A, nanti malam mungkin akan dirubah.”
Alhamdulillah.
Subhanallah. Dari D bisa jadi A. Huh, lega rasanya dan IPK bisa naik. Sebenarnya
sedikit kurang puas sih karena nggak mencapai target awalku. But, no prob. Setidaknya
nggak kecewa dengan hasilku melihat usaha yang kukerahkan sepertinya
sesuai dengan hasil. Coba bayangkan apa jadinya kalau aku nggak respect terhadap
nilaiku. Membiarkan nilai D jadi ‘hiasan’ di Histori Nilai selamanya. Anehnya, kenapa dosen nggak curiga yah kalau ada kolom nilai yang kosong. Padahal di situ sudah jelas ada tanda tangan kehadiranku. Yaah maklum, kelas sudah terlalu rimbun untuk ditumbuhi beribu-ribu mahasiswa.
Jadi, hikmah yang bisa diambil dari kejadian di atas adalah be respect on your self begitu pula respect terhadap sesuatu yang ada di sekelilingmu. Kesalahan yang terlihat sepele bisa berdampak besar kalau itu dibiarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar