Ini dia
suratku yang pertama, bukan untuk teman yang tak kusebutkan namanya.
Tapi...stststst...jangan keras-keras. Ini buat kakak panitia.
Kejadiannya
sama dengan posting blogku sebelumnya. Nah, kalo ini bedanya aku yang harus
menguatkan diriku agar tetap istiqomah di jalan dakwah. Sebelum aku punya
inisiatif menulis surat, aku sudah mencoba untuk melobi ke kakak panitianya
langsung berkenaan dengan ketidakikutsertaanku dalam kegiatan ini. Tapi belum
ada keputusan yang diberikan oleh mereka. Aku yakin mereka pasti berunding
terlebih dahulu dengan panitia-panitia yang lain mengenai hal ini. Dari pada
alasanku hanya didengarkan oleh satu kakak panitia, yang nanti juga bakal
disebarin ke panitia yang lain. Iya kalau yang disebarkan kakak itu kepada
panitia lain mirip titik komanya dengan alasan yang aku ungkapkan kepadanya,
kalau tidak bisa jadi fitnah. Jadi, lebih baik aku menulis surat agar aku bisa
lebih leluasa memberikan hujjah yang jelas dan bisa leluasa ngomong dari hati
ke hati J
Here is...
Assalamualaikum wr.wb.
Untuk kakak-kakak panitia...
Entah ini dinamakan surat apa, surat
pernyataan, surat curhatan, atau
apalah... Emm, intinya surat ini berisi alasan kenapa saya tidak bisa
mengikuti Jelajah Alam (nama acaranya aku ganti, sebenarnya bukan
jelajah alam tapi acaranya sejenis dengan itu). Sebenarnya
alasan yang akan saya ungkapkan tidak berdasarkan dari pendapat saya pribadi
atau pendapat orang tua yang memaksa untuk tidak ikut Jelajah Alam. Saya
seorang Muslimah yang selama hidup saya selalu mengkaji Islam dari segala
aspek, termasuk salah satunya pergaulan dalam Islam.
Alasan yang kakak dengar dari saya
memang hanya sebatas karena acara Jelajah Alam terdapat unsur campur baur (ikhtilath).
Ternyata alasan saya ini terlihat kalah dan kakak juga bisa menjelaskan balik
kalau di Jelajah Alam nggak ada campur baur kok, lagi pula ini juga bertujuan
untuk ajang pembelajaran sambil refreshing bersama angkatan dan civitas
akademika. Dan kendaraannya dipisah kok cewek dan cowoknya.
Untuk pembelajaran, saya yakin semua
akan mengatakan itu hal positif. Apalagi dengan bertadabbur alam sekalian bisa
menikmati dan mensyukuri ciptaanNya. Itu memang baik, sangat baik. Tapi
kakak... ternyata ada kondisi tertentu, di mana tetap ada unsur ikhtilath dan Allah tidak meridhoi itu. Kalau
saya kutip dalam buku Peraturan Hidup dalam Islam karangan Syekh Taqiyuddin An
Nabhani,
“dalam kehidupan umum, pada dasarnya status keduanya (pria
dan perempuan) adalah terpisah. Keduanya tidak boleh melakukan pertemuan dan
interaksi selain yang telah dibolehkan, diharuskan, atau disunnahkan semisal
ibadah haji, jual beli, pendidikan (sekolah/kuliah), kedokteran, pertanian,
industri.. sementara itu berkaitan dengan aktivitas yang sama sekali tidak
mengharuskan adanya interaksi diantara keduanya –seperti berjalan bersama-sama
di tempat umum, pergi bersama-sama ke suatu tempat, atau bertamasya, makan
minum bersama, dan sejenis hiburan lainnya– itu termasuk ikhtilath dan tidak
diperbolehkan dalam Islam.”
Mungkin kalau alasan saya sebatas
alasan pribadi yang pastinya punya peluang kelemahan, bisa jadi itu akan
terkalahkan dengan pendapat yang lebih kuat. Tapi di sini saya berbicara dalil
karena kita Muslim (bagi yang merasa Muslim). Karena dalam buku itu juga
dijelaskan “tidak ditemukan satu dalil pun yang membolehkan adanya pertemuan
dan interaksi diantara pria dan wanita dalam perkara di atas.”
Yaaahh...beginilah kakak...serinci
ini Islam mengatur pergaulan karena kelak...ada hari pertanggungjawaban yang
harus kita hadapi. Justru hal ini semakin menunjukkan kesempurnaan Islam.
Mohon maaf bila ada yang tidak
berkenan. Tak lain karena saya hanya berusaha untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah meskipun terkadang sendiri dan tidak mudah JJJ
Terimakasih kakak-kakak telah
membaca dan menampung tulisan sayaJ Semoga kita semua
mendapatkan rahmat dan ridho dariNya. Amin J
Wassalamu’alaikum
wr.wb.
20-09-13/21:28/Jumat
Salam Hormat,
Azimatur Rosyida