Di suatu pagi tepatnya
H+2 lebaran aku main ke rumah bude di Ponorogo. Rumahnya tidak begitu jauh dari
rumah kakek nenek. Bisa ditempuh pake sepeda. Bisa dibayangkanlah, bagaimana
suasana pedesaan yang di kelilingi oleh sawah dan gunung pasti sejuk dan segar.
Rumahnya masih dalam proses pembangunan. Lantai dan tembok masih beralaskan
semen yang sebagian belum rata. Kata bude, setidaknya kamar bisa digunakan
untuk tidur maka sudah sah untuk ditinggali. Yah, meskipun kaca cendela belum
ada, bangunan lantai dua malah belum ada pintu dan cendela. Padahal laptop,
iPhone, dan barang-barang berharga lainnya ada di kamar. Dan dengan entengnya bude meninggalkan rumah untuk
berkunjung ke rumah tetangga dan membiarkan rumah tanpa penghuni (jgn salahkan maling bertamu, heheh).
Sebenarnya tujuanku
datang ke rumah bude hanya buat habisin novel yang tebelnya 390an halaman. Habisnya
di rumah kakek nenek banyak saudara yang kumpul termasuk abah, ibuku, dan
adik-adikku. Tanpa ada yang mengganggu, aku duduk di teras dengan buku di
tangan. Tiba-tiba bude mendekatiku lalu bercerita panjang lebar. Curhat mendadak.
Di sini aku nggak bisa menceritakan apa yang bude ceritakan kepadaku. Terlalu terbuka.
Pokoknya sesuatu tentang keluarganya, a
problem.
Dan yang aku herankan
kenapa bude bercerita itu kepadaku. Akukan masih ‘kecil’ (eitsss...). Maksudnya
apa yang diceritakan bude itu masih belum menjadi duniaku saat ini. Ya begitulah...
Mungkin itu sudah waktunya meledak dan tidak bisa dibendung lagi. Jadinya aku
binggung mau ngasih solusi yang sesuai Islam. Tapi akhirnya itu menjadi
motivasi bagiku untuk semakin mendalami segala macam sisi dari apa yang sudah
diajarkan dalam Islam. Meskipun saat ini masalah itu tak mungkin terjadi
padaku, kecuali beberapa tahun ke depan dan pastinya setelah aku menikah. But it’s out of my wish, naudzubillah.
Aku jadi sedih tidak bisa
memberikan solusi yang pas buat bude. Serasa useless person. Meskipun sempat berkata sekata dua kata tapi aku
tidak puas dengan jawaban yang kuberikan. Setidaknya aku sudah mencoba.
Setelah pembicaraan
selesai aku berpikir, enaknya apa yah yang bisa aku berikan kepada bude...
SURATKU UNTUK BUDE...
Budeku tercinta yang insyaAllah
dirahmati Allah. Ini ada sedikit penyejuk dariku lewat tulisan ini. Semoga bisa
memberikan senyuman di wajah Bude dan bisa meningkatkan keimanan Bude kepada
Allah. Sebenarnya tulisan yang aku buat ini juga menjadi intropeksi bagi diriku
pribadi. Tapi subjek yang aku buat di sini sebagai ‘Sang Penulis’. Sekaligus
doaku kelak untuk menjadi penulis best seller. Heheh... amin...
Ada satu keyakinan yang juga menjadi pelajaran
buat sang penulis untuk diyakini, bahwa setiap masalah pasti PUNYA jalan keluar
kecuali KEMATIAN. Siapa bilang masalah semanis saat kita mendapat sebuah mobil
atau rumah mewah? Semua orang tahu bahwa masalah adalah PAHIT. Tapi tidak semua
orang tahu bahwa kemarahan bukan satu-satunya obat. Sakit...jengkel...memang
iya. Kebanyakan mereka lupa akan arti KETULUSAN dan KEIMANAN.
Saat mereka berkata terhadap masalah,
"Wahai masalah sekarang aku sudah tulus dan sabar
menghadapimu, kemarin aku juga sudah tulus dan sabar mengobati lukamu. Tapi detik
ini kesabaranku mulai habis. Aku tak tahan lagi. Aku sudah berusaha sabar dan
mempunyai niat baik, percuma tetap saja masalah itu ada malah makin besar."
Dan sampai hari-hari berikutnya ia sudah bosan
dengan ketulusan dan kesabaran. Ia sudah muak dengan masalah yang bertubi-tubi
menimpanya. Lebih mengikuti hati yang selalu membenarkan dirinya tanpa melihat
akar penyebab permasalahan terjadi.
Yang menjadi pertanyaan, apakah seperti itu arti
ketulusan dan keimanan? Ketulusan tidak mengenal sekali, dua kali. Dia butuh
kesetiaan sepanjang masa. Dan kesetiaan tidak akan bisa dijalani tanpa keimanan
dalam.
Memang tidak ada yang menjamin permasalahan itu
selesai begitu saja saat ketulusan dan keimanan sudah dimiliki, kecuali Allah.
Saat kemarahan muncul itu wajar. Tapi ingatlah bahwa Allah tidak akan ridho
dengan segala sesuatu yang diselesaikan dengan amarah.
Ketika ketulusan dan keimanan sudah menyatu, mulut
dan sikap kita akan dituntun olehNya untuk menuju kebaikan. Allah sudah
menentukan jalan hidup manusia. Dan pastinya Allah sudah menyiapkan dan
menawarkan solusi terbaik atas kebelitan hidup yang takkan pernah disangka oleh
manusia. Namun, secara tak sadar kebanyakan manusia terkadang justru menghindar
dari solusi itu karena sudah terlanjur terbalut oleh kebencian dan amarah.
Mungkin sang penulis tidak memiliki masalah yang
Anda hadapi dan pastinya tidak bisa membayangkan bagaimana sang penulis juga
bisa menghadapi saat ia mendapatkan masalah seperti Anda. Tapi sang penulis
yakin tidak ada masalah yang hebat kecuali KemahaperkasaanNya karena sejatinya
raga dan hidup ini ada yang menciptakan dan ada mengatur. Dan juga sang penulis
ingin menuntun cara berfikir Anda untuk menaklukkan masalah dengan keimanan kepada
Allah. Terus meneruslah dekat denganNya karena dengan kedekatan denganNya tiap
keluh kesah yang keluar dari mulut akan terjawab.
Bagaimana Allah akan mendengar sebuah doa jika
hambaNya saja masi enggan untuk melaksanakan syariatNya?
Jangan pernah berkata masalahku sangat besar dan
tidak ada solusi. Tapi baliklah perkataan Anda, wahai masalah Allah Maha Besar
dan Berkehendak atas segala sesuatu.
Mungkin itu yang bisa aku kasih ke Bude.
Maaf, barangkali ada salah kata. Tak lain niatku hanya ingin membantu memberikan
senyuman tulus kepada Bude untuk menghadapi kehidupan yang serba liku. Dan tak
lain aku sayang Bude karena Allah. Karena dengan hubungan antara 2 orang atau
lebih berlandaskan cinta karena Allah, Ia akan memberikan keridhoan sepanjang
hubungan tersebut J
Salam semangat untuk Bude JJJ