Seminggu yang lalu aku ngejalanin UAS kimdas. Mantapzzz, hari
pertama uda langsung dicekokin ama kimdas yang materinya super
"pedas". Kalo lagi UTS atau ujian harian biasanya kan pake kertas
folio bergaris yang ada stempel ungunya itu di bagian ujung atas buat identitas
diri. Nah, UAS ini beberapa pelajaran harus pake lembar jawaban yang
diurek-urek ama pensil 2B dan duduk masing-masing anak dikasih jarak kira2
setengah meter. Sebenernya sama aja sih kayak UTS kemarin atau ujian2 yang
lain, tapi bedanya nggak pake LJK. Entah kenapa feeling ini tiba-tiba
muncul, suasana UAS kok tiba-tiba mendadak kayak waktu ujian nasional SMA
yah? Jadi langsung keinget Insantama deh. Dan otakku melakukan
perbandingan.
Kalo guru SMAku dulu: "Nak, yang perlu kalian pahami UN itu
bukan segalanya, lulus atau tidaknya juga bukan segalanya, apapun hasilnya
serahkan kepada Allah. Kita hanya bisa berusaha semaksimal mungkin. Hasil yang
akan kita dapat adalah yang terbaik dariNya."
Bandingkan sama dosen: "Saudara harus belajar, kuliah
mahal-mahal gini, nggak lulus, mau jadi apa kalian nantinya. Ya malu sendiri
kamu. Masa soal gini aja nggak bisa, sudah mahasiswa kok."
Guru SMA: "Nak…jangan lupa tugasnya yahh? Ini sudah telat berapa
hari? Nanti kosong lho nilainya."
Dosen: "Tugas dikumpulkan besok tepat pukul 07.00. Tidak ada
toleransi waktu." (nilai tanggung
sendiri)
Ha ha ha...Yaah, begitulah kehidupan kampus. Berbeda 180 derajat dari SMA. So
pastilah. Mahasiswa dituntut untuk punya inisiatif dan kesadaran sendiri. Kalo bertele-tele
nunggu aba-aba dosen, dijamin nggak bakal selamat hidup di kampus (hiks,hiks,
serem banget kayaknya). #BeReadyFacingTheCampus